Sajak Ganang PandjiKesawa
Berkaca di tetesan embun ranting cemara
-membasuh luka gores di bibirku-
Menatap matahari menaiki tangga semesta
-Jariku menyatu,menengadah mencari makna-
Sejarah,bukan tarian pena
Tapi jarak tempuh yang panjang menuju realita
Kuberjalan pelan,
Menaiki bukit – meneropong perspektif masa lalu - masa kini, di sana !
Di sudut jauh kulihat
Mata tombak menantang langit
Di tanah ini kuinjak
Harapan yang mati terkubur,teriakan mengabur
Tugu itu, sudah lama berdiri
Sebelum kolonial bertekuk lutut di moncong revolusi
Di matanya ribuan saksi
Di tubuhnya tergantung aspirasi dan mimpi
Tugu itu,sudah lama bersaksi
Menjaga tiga matra suatu bangsa
merekam jaman-melihat yang hilang dan tenggelam
Matra sosio nasionalisme,
Dia bersaksi bahwa penindasan adalah akar kemelaratan kami
Dan perbedaan ini- menjadi satu menumbangkan batang-batang eksploitasi
Matra sosio demokrasi,
Dia bersaksi bahwa hari ini dan nanti tiada suara terbungkam
dan kemanusiaan adalah anak yang dibesarkan dengan kasih dan harapan
Matra keTuhanan,
Ketika budinurani mencari jatidiri
Dan Rajawali tidak hanya mandor kawula mengabdi - berdikari
Langkahku menuju puncak bukit
Merasakan alam kemerdekaan
Dan di sudut jauh aku melihat
Orang-orang mencari jalan - mencari setapak
Di Istana belukar yang hitam terbakar
Mimpi dan cita terbunuh - terkapar
Hidup setengah nyawa dan renta
Di jalanan aspal berlobang
Ketika,debu menyapu jarak pandang
Mereka mencari rupiah di jagat Ibu Kota
Berakrab dengan bola liar kehidupan
Bercumbu dengan virus dan bakteri
Membiasakan memakan remah ekonomi yang basi
Mencium gelagat jaman yang hanya program dan pandangan
Memandang menara gading,
di tengah atap istana rumah kaca
Bercermin dengan diri yang hilang di selokan hitam terkontaminasi
Keluh dan kesah, kulahirkan dari rahim perjamuan asa
Kulepas begitu saja dan kuserahkan pada Yang Esa
Menuruni bukit-menjalani hidup yang ada
Dan perjalananku adalah perjuanganku
Pemikiranku adalah perjuanganku
Tugu itu akan lama berdiri
Merekam jaman,melihat yang hilang dan tenggelam
Saksi revolusi
Jogjakarta,
2010
0 komentar:
Posting Komentar