Sajak Nur Hidayah
(Sajak ini diterbitkan di bulletin Senthir edisi Dies Natalies GmnI ke-56)
dibawah sang saka merah putihku
Sekawanan tikus-tikus lapar saling berebut kekuasaan
Tiang benderapun merasakan aroma-aroma darah dari tubuh yang tak berdosa
ditengah bangunan-bangunan pencakar langit yang angkuh
Masih saja merah putihku berkibar
yang tak henti-hentinya
Berkata dalam kibasan angin
Bersatu kita kokoh
Bercerai kita runtuh
Merah darahku untuk tanah airku
Putih tulangku untuk bumi luhurku
Namun setiap relief waktu sang Illahi
Semestapun marah akan kerakusan para penguasa
dimana-mana tulang kering berserakan di atas tanah bumi pertiwi
tangis darah para rakyat yang tertindas oleh para pengguasa
menghujam dijantung ibu pertiwi
Merahku untuk darah kebenaran
putihku untuk tulang kebajikan
0 komentar:
Posting Komentar