Sekretariat Senthir

Jalan Gatak, Gang Tulip No. 343, Karangbendo, Bantul, Yogyakarta
Email: redaksisenthir@yahoo.co.id | Blog: senthir-gmni.blogspot.com

Senin, 04 Oktober 2010

Fakta Esensi Sumpah Pemuda

Oleh : Susanto Polamolo

Sumpah pemuda yang didikrarkan para tokoh pemuda pada 28 oktober 1928 ialah peristiwa sangat penting dalam proses pembentukan bangsa dan Negara Indonesia . sebab, ketika apa yang disebut Indonesia masih sebatas imajinasi penduduk jajahan hindia-belanda, para pemuda justru telah menyadari bahwa cita-cita membentuk bangsa dan Negara Indonesia dikepulauan nusantara adalah sesuatu yang sangat mungkin.

Untuk itu, pertama-tama dibutuhkan adanya kesadaran masal bahwa calon warga bangsa dan Negara Indonesia harus bersedia mengedepankan kebersamaan dan menomorduakan perbedaan. Untuk itulah para pemuda merasa perlu dengan lantang menyerukan apa yang disebut sumpah pemuda, yang berisi pengakuan visioner bahwa mereka hanya bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu yaitu Indonesia. Bayangkan, para pemuda yang semula tergabung dalam kelompok-kelompok primordial seperti jong java, jong islam, jong ambon, atau jong sumatera, pada satu titik bersepakat meleburkan diri kedalam barisan pemuda Indonesia, inilah peristiwa apresiasi cultural dan politis yang alami dan monumental atas realitas kemajemukan bangsa Indonesia.

Sebab, dengan sumpah pemuda, para pemuda menyadari bahwa kemajemukan adalah keniscayaan yang menjadi salah satu cirri khas bangsa Indonesia, kemajemukan disatu sisi memang menjadikan bangsa Indonesia menyimpan potensi konflik internal yang inheren didalam diri mereka. Namun sebaliknya, mereka juga menyadari bahwa kemajemukan akan menjadi anugrah dan bukan suatu kutukan, asal saja semua entitas yang beragama tadi memiliki kemauan untuk menyatu menjadi warga Indonesia yang berbangsa satu, berbahasa satu, dan bertanah air satu, dalam hal ini perbedaan tak perlu ditiadakan, perbedaan cukup disikapi agar tidak menjadi fktor pencetus disintegrasi dan sebaliknya justru dapat menjadi salah satu aspek kebanggaan nasional (National pride) sebagai bangsa. Karena itulah kemudian mengemuka semboyan bhineka tunggal ika dalam lambing negara kita garuda pancasila. Sebuah semboyan yang maknanya meskipun berbeda-beda latar belakang suku, etnis, daerah, bahasa, agama, atau budaya namun semuanya menjadi bagian yang harmonis dari apa yang kini kita sebut bangsa Indonesia.

Maka dari itu Indonesia bukanlah sebuah bangsa yang jatuh dari langit begitu saja, sebaliknya apa yang disebut bangsa Indonesia adalah sebuah proses yang menjadi, bahkan hingga hari ini pun proses menjadi itu masih terus berlangsung. Bangsa Indonesia merupakan hasil upaya sadar para pemuda perintis dan pendiri bangsa, dalam sebuah rangkaian panjang pembentukan jati diri bangsa (national character building), upaya yang semula bersifat cultural dan politis dalam bentuk sumpah pemuda ini lalu berpuncak secara yuridis formal dalam wujud Proklamasi kemerdekaan RI 17 agustus 1945 oleh soekarno-hatta, dari konteks ini, Proklamasi 1945 sejatinya hanya formalisasi atas apresiasi dan poloit sumpah pemuda.

Spirit Sumpah Pemuda

Dari uraian diatas bias dilihat spirit, dan pernan sentral kaum muda dalam proses pembentukan bangsa ini, kaum muda juga tampil kedepan ketika “bayi” republic Indonesia membutuhkan pejuang dimedan perang. Mereka maju bertempur sebagai tentara pelajar. Bahkan partai-partai politik pra-kemerdekaan pun yang besar jasanya dalam menggugah rasa patriotisme dan nasionalisme rakyat juga didirikan anak-anak muda, soekarno, misalnya mendirikan partai nasonal Indonesia (PNI) pada umur 27 tahun. Namun sayangnya, sejak rezim orde baru berkuasa, kaum muda termarjinalisasi. Pemuda-pemuda hanya disiapkan sebagai pekerja pabrik atau pegawai kantoran, sebuah kebijakan yang mirip politik etis hindia-belanda, iklim yang kondusif untuk menggembleng mereka menjadi calon pemimpin bangsa dtiadakan. Kampus dan sekolah didepolitisasi, organisasi massa, pelajar dan mahasiswa seperti IPM, IPNNU, GMNI, HMI, GMKI, PMKRI, PMII, IMM, dilarang masuk masuk sekolah atau kampus, kebijakan NKK/BKK pun diintroduksi orde baru untuk membungkam sikap kritis kaum muda, hanya para pemuda ABS (asal bapak senang) yang dielus-elus dan diberi wadah dalam organisasi korporatis yang dikontrol penguasa.

Akibatnya sejak soeharto tumbang hingga hari ini kita mengalami krisis pemimpin dan kepemimpinan. Hanya segelintir orang Indonesia yang mampu tampil kedepan sebagai pemimpin. Ironisnya dari yang segelintir itu pun nyaris semuanya tidak memiliki etos kepemimpinan yang kuat dan berkarakter. Yang ada ialah tipe pemimpin lemah, peragu, penakut, tak berani mengambil keputusan tegas dan cepat, tak berani menanggung resiko, inilah tipe pemimpin Produk era ABS dan “minta petunjuk” massa soeharto. Sosok pemimpin yang sejatinya bukan pemimpin karena gagal memberikan kepemimpinan yang inspiratif dalam memotifasi rakyat untuk bersatu dan bangkit melawan keterpurukan, seiring dengan itu para tokoh muda juga tak lagi memiliki peran yang cukup berarti dipanggung nasional. Negara, pada hamper dalam segala aspek didominasi kaum tua, kalaupun ada tokoh muda yang muncul juga tak mampu menunjukan visi dan kompetensi sebagai pemimpin masa depan, sebab iklim yang melahirkan mereka pun tidak kondusif untuk itu. Dengan statistic kepemimpinan yang didominasi tokoh produk orde baru itu, kita tak bias terlalu berharap bahwa dalam waktu dekat akan muncul perubahan yang signifikan atas nasib negeri ini, sebab iklim yang ada masa ini cendeerung menghasilkan tokoh atau pemimpin yang berkarakter lemah, tidak bervisi jauh kedepan dan cenderung mementingkan dirinya sendiri. Karena itulah, sekarang ini kita perlu mengaktualkan kembali spirit sumpah pemuda dengan salah satunya menghidupkan lagi iklim yang kondusif bagi lahirnya para pemimpin muda yang berkualitas. Meminjam istilah bung karno : suasana kampus harus dikembalikan sebagai “Kawah Candradimuka” untuk menggembleng kaum muda agar siap tampil menjadi pemimpin bangsa dan tidak sekedar tempat berburu sarjana. Para pemimpin tua harus membuka peluang bagi kaum muda untuk tampil ke depan. Dan last but not least, para pemuda sendiri harus dan menyiapkan diri bahwa merekalah pemimpin masa depan negeri ini, mereka harus merebut kesempatan mengejawantahkan gagasan-gagasannya yang brilian.

Susanto Polamolo, Wakil Kepala Bidang Pengembangan Organisasi

DPC GMNI Yogyakarta (2009-2011)

1 komentar:

Jizz Dancer mengatakan...

smangat!!! :)

Posting Komentar

Bookmark and Share