Sekretariat Senthir

Jalan Gatak, Gang Tulip No. 343, Karangbendo, Bantul, Yogyakarta
Email: redaksisenthir@yahoo.co.id | Blog: senthir-gmni.blogspot.com

Minggu, 17 Juni 2012

Marhaenisme; Substansi dan Esensi


Oleh Susanto Polamolo

“Pentingnya makna
Di era “politik bising” 
Begitu dalam kita terseret kedalam polemic kebangsaan, Politisasi hampir menyelimuti seluruh aspek kehidupan rakyat. Negara kesatuan republic Indonesia (NKRI) kini berada di era “politik bising”, rakyat kembali di tarungkan dengan imperialism modern (imperialism bangsa sendiri), kapitalisasi didalam instrument-instrument kenegara’an, dan tak dpat pula dihindari globalisasi yang turut berpartisipasi dalam gugurnya ke arifan local di tiap-tiap wilayah NKRI.Pentingnya makna di tengah runtuhnya nilai dan norma sejatinya adalah mengkaji kembali landasan keinginan bersatu sejak jaman kejayaan sriwijaya-majapahit, generasi ’28 hingga generasi ’45. menyelami kembali sumber dari segala sumber revolusi Indonesia, kemudian kembali untuk bersama-sama menciptakan tatanan baru yang bebas dari segala bentuk penindasan (To build the world Anew).

Bangsa ini harus mempertegas posisinya di level global (the asian century) sebagai forum pergaulan antar bangsa. Selain juga memperkuat instrument defensive bangsa ini juga harus mampu untuk melakukan maneuver attack.  Adalah tepat jika membuka kembali lembaran sejarah sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban generasi kini yang tengah mengalami krisis makna, perspektif historis-filosofis merupakan jembatan untuk menemukan kembali symphony revolusi.
Sebab ada makna penting dalam sejarah itu yang kini mulai di tanggalkan, juga sekaligus merupakan “jalan pulang” yang masih diyakini oleh sebagian besar rakyat indonesia. Ia adalah ideology perjuangan, ia adalah symbol amanah rakyat, dan ia adalah bentuk manifestasi. Apakah itu? ialah Marhaenisme, ideology yang kekuatannya terbukti karena sanggup merobohkan sistem kolonialisme eropa barat, dan sanggup menahan pengaruh ideology komunisme eropa timur. Lahir atas kehendak sejarah, melalui putra terbaik yang pernah dimiliki bangsa ini, yang tidak hanya memiliki semangat akan tetapi tekad yang kuat. Beliau adalah soekarno, pencetus ideology marhaenisme.

Marhaenisme sebagai teori perjuangan telah berhasil melaksanakan “nation building” meski dalam tataran “character building” belum dapat berhasil sepenuhnya dikarenakan penghianatan G30S/PKI. namun seyogyanya dapat dipandang bahwa marhaenisme di tentukan oleh factor ke arifan penerusnya. Sebagai ideology, sudah barang tentu marhaenisme merupakan hasil pemikiran mendalam oleh pencetusnya, juga hasil perenungan filsafati mengenai substansi dan esensi ideology itu sendiri.

Marhaenisme merupakan peleburan dari sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan yang maha esa. Sebagai suatu teori perjuangan ajaran bung karno bagi bangsa Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan, sejatinya dipandang masih relevan sepanjang masa, karena dasarkan atas nilai-nilai luhur, kebenaran, keadilan dan kebaikan universal. Sekaligus memperjelas cita-cita bangsa sesuai amanah proklamasi 45 yakni (Prof. wuryadi);
-          Menegakan NKRI yang kuat dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
-          Mewujudkan masyarakat Indonesia, berbudaya luhur, adil dan makmur, sejahtera berkeadilan, aman dan damai, lahir dan batin
-          Menjalin persahabatan dengan seluruh bangsa-bangsa didunia atas dasar persamaan derajat dan berkeadilan dalam suasana aman dan damai
Dengan demikian marhaenisme adalah makna dan juga sumber dari makna itu sendiri. Marhaenisme memiliki corak filsafat yang original, natural dan hakiki. karena marhaenisme bukanlah sekedar definisi konseptual akan tetapi makna dari kebenaran yang mengandung unsure substansi juga esensi. 

1.      Substansi marhaenisme

Dalam ilmu filsafat substansi (substance) ialah sesuatu yang mendasari atau mengandung kualitas kualitas serta sifat-sifat kebetulan yang dipunyai/dimiliki sesuatu (Louis kattsof). Sepintas pengertian ini tampak membingungkan karena filsafat memiliki perabot-perabot metodologi yang membuat suatu definisi bisa saja berubah. Substansi mengandung pengertian esensi, tetapi tidak setiap esensi mengandung pengertian substansi. Aristoteles meletakan dasar pemahamannya mengenai substansi ialah segala sesuatu yang mengandung, katakanlah sifat-sifat atau sesuatu yang didalamnya terwujud esensi, dan menunjukan bahwa jika yang merujuk pada subyek, maka setiap subyek-subyek merupakan suatu substansi karena mengandung kualitas-kualitas. lama berselang kemudian john locke menunjukan bahwa kita tidak akan mengetahui suatu substansi secara langsung, melainkan secara tidak langsung, oleh karena itu ia menamakan substansi terdalam itu sebagai “sesuatu yang saya tidak ketahui apa”.

Para pengikut materialism merupakan pengikut monism dan berpendirian bahwa materi merupakan substansi terdalam. Sementara pengikut idealisme yang juga pengikut monism, akan tetapi mereka berpendirian bahwa roh merupakan substansi terdalam, sementara itu pengikut realism sering mendasarkan pendiriannya pada semacam dualism; yakni, ada dua macam substansi terdalam yakni roh dan materi.

Analogi diatas barangkali bisa memperjelas dan sedikit memberikan benang merah penghantar yang juga merupakan relasi/koneksi kita dalam memahami sustansi marhaenisme. Jika dimulai dari sebuah pertanyaan; apakah substansi dari marhaenisme itu? maka dari perspektif filsafat jawabannya akan terhubung dengan banyak proposisi dan juga premis. Filsafat sebagai usaha untuk mengetahui dan mendapatkan makna sedalam-dalamnya mengenai sesuatu, marhaenisme merupakan teori perjuangan yang masuk dalam kategori ideology yang juga adalah salah satu perangkat filsafat. Kiranya tepat untuk menjawab pertanyaan mengenai substansi marhaenisme di landaskan pada apakah yang mendasari sehingga ideology marhaenisme lahir dan menjadi ideology perjuangan.

Marhaenisme sebagai prosa-metafisika, adalah hasil perenungan mendalam mengenai apa yang harus di perjuangkan, dari manakah semangat itu berasal, dari manakah tekad itu berawal. Substansi akan menghasilkan tindakan subyektif berdasarkan obyek perjuangannya, oleh pencetusnya marhaenisme di gali dari penderitaan rakyat atas kolonialisme dengan segala bentuk dampaknya terhadap kondisi rakyat Indonesia kala itu, landasan inilah yang disebut substansi, sebagai materi yang nyata, roh dari perjuangan.

Apabila kolonialisme secara antitesa=mengadu domba golongan nasionalis dengan golongan sosialis dan dengan golongan agama, seperti pada tahun 1926 dahulu oleh kolonialis seperti coljin dan treub, maka marhaenisme adalah bentuk respon penempaan sintesa yang berwujud sebagai nasionalisme, sosialisme yang religius guna merobohkan lapisan kolonialisme dengan segala produknya. Ini di sebut watak murni, yang sudah dimiliki bangsa ini sejak dahulu, disebut juga sebagai materi-bentuk guna terciptanya change (perubahan). Prosesnya disebut juga anthropology kefilsafatan karena marhaenisme ialah mengenai hakekat terdalam, oleh sebab itu pengertian substansi dari perspektif ini seringkali sepaham dengan esensi.

Secara epistomologis maka sudah barang tentu kita akan sampai pada kesepakatan kesimpulan bahwa apa saja yang kita punyai hanyalah kemungkinan, bukan kepastian. Artinya epistemology ialah mengenai pengetahuan, dan apa yang dimaksudkan dengan pengetahuan itu, jika marhaenisme sebagai suatu pengetahuan maka apa yang dimaksudkan dengan marhaenisme itu. perlu klasifikasi yang jelas untuk penjelasan bagian ini, pengetahuan sejatinya terbagi 2, oleh soerjono soekamto yakni pengetahuan terapan dan murni, terkait marhaenisme maka perspektifnya ialah sociology kefilsafatan, sebagai ideology yang lahir dari hakikat manusia dalam masyarakat, masyarakat dalam Negara. Marhaenisme telah menjadi jawaban atas pertanyaan manakah yang lebih tepat, apakah marhaenisme ataukah komunisme, ingin bebas merdeka ataukah ingin terus berada dalam penindasan kolonialisme, akan tetapi pada kenyataannya kemudian banyak yang terjebak dalam kompromi.

Sampai pada kesimpulan substansi marhaenisme sebagai ideology perjuangan barangkali tepatnya memiliki definisi kebenaran, berdasarkan penalaran yang didasarkan atas makna. Sebagai maksud untuk mengetahui (epistomologi) membawa kita kepada materialism-dialektika-suatu teori tentang perubahan, membicarakan marhaenisme berarti tentang kemerdekaan, sinonimnya ialah kebebasan, dan posisi marhaenisme jelas bukanlah pada kebebasan pada tataran filsafat sosio-politik bukan sebagai suatu pengertian ontologism, karena kebebasan dalam arti ontologis dilawankan dengan determinisme, sedangkan kemerdekaan dalam arti sosio-politik di lawankan dengan perbudakan.

Substansi marhaenisme kiranya memiliki dua landasan yang juga merupakan gagasan pokok, yang pertama; melenyapkan penindasan dan yang kedua; ialah kemandirian, yang pertama memiliki makna kebebasan dan kemerdekaan, yakni mengandung arti equality, marhaenisme adalah upaya sekaligus keungkinan yang mencoba menggiring manusia Indonesia ke ranah kesetaraan derajat, menghilankan stigma mengenai kelas dalam masyarakat, dengan mewujudkan pemerintahan yang sanggup mengakomodir seluruh kepentingan dan kebutuhan bersama, melalui generasi marhaen.

Yang kedua memiliki makna mandiri yang mengandung arti kemerdekaan dan kebebasan akan menjadi kesempatan bagi rakyat untuk menentukan nasibnya dikemudian hari, hendaknya diingat, bahwa kita secara politik tidak mungkin bebas apabila kita tidak memiliki kemerdekaan memilih orang-orang yang akan memerintah kita, demikian pula kita tidak mungkin bebas apabila tidak ada jaminan bagi kita untuk memperoleh pengadilan yang jujur. Kebebasan kita menjadi terbatas sejauh kita tunduk kepada kehendak orang lain. 

2.      Esensi marhaenisme

Esensi ialah hakekat sesuatu, sebagaimana penjelasan di awal bahwa Substansi mengandung pengertian esensi, tetapi tidak setiap esensi mengandung pengertian substansi. Esensi erat kaitannya dengan eksistensi, marhaenisme sebagai ideology perjuangan terbentuk dari realitas empiris, ia ber-eksistensi melalui tindakan para penganut ideology ini, oleh karenanya ia memiliki makna hakikat, memiliki dinamika fleksibilitas, adaptif, dan akomodatif. Keberhasilannya tergantung pada kualitas kearifan dari penerusnya. Tidak dapat di pungkiri marhaenisme secara factual dilihat dari kenyataan hilir kelahirannya (mikro kosmos) serta hulu kebatinannya (makro kosmos), yang secara sadar atau tidak sadar telah menyelimuti bangsa ini melalui para kaum marhaenis. Sejatinya esensi marhaenisme ialah “bangunlah jiwanya dahulu, baru bangunlah badannya (lagu Indonesia raya)”.

Marhaenisme bukan hanya ideology penghantar ke tataran riilnya revolusi, akan tetapi ia adalah materi dasar pembentukan nation and character building. Dalam kacamata marhaenisme untuk menjadi bangsa yang berdaulat maka haruslah membangun jiwanya terlebih dahulu, mengobarkan tekad kemerdekaan terlebih dahulu. Marhaenisme telah menjadi pusaka bangsa, dengan tujuan menciptakan pemimpin yang sanggup memberikan “pepadhang” terhadap rakyatnya meski dalam kondisi sesulit apapun.

Marhaenisme sebagai ideology juga meliputi “kebenaran dan kebaikan” yang merupakan tujuan dari epistemology dan methodology. Dengan demikian dapat di peroleh pengertian bahwa ideology marhaenisme merupakan suatu ajaran kefilsafatan yang berusaha menunjukan agar kita dapat memahami materi atau tatanan kejadian-kejadian yang terdapat dalam ruang dan waktu sampai pada hakekatnya yang terdalam, maka ditinjau dari segi logika kita harus membayangkan adanya jiwa atau roh yang menyertainya dan yang dalam hubungan tertentu bersifat mendasari hal-hal tersebut.

Dengan demikian marhaenisme ialah alasan yang mendasar mengenai terbentuknya suatu tatanan baru tentang masa depan bangsa ini, ia merupakan ideology yang di gali dari sedalam dalamnya arti kebebasan dan kemerdekaan, dan sebagai ideology ia haruslah menjadi obor yang terus menyala di tengah krisis jati diri kebangsaan, yakni meliputi makna, tanggung jawab dan cinta. Maka marhaenisme ialah penyangga nilai dan norma yang mulai runtuh, dan marhaenisme sejatinya adalah kemungkinan yang dapat di genggam erat bersama-sama sebagai bentuk jaminan atas mungkinnnya kepastian tersebut terjadi.


Susanto Polamolo,
Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia cabang Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar

Bookmark and Share